Senin, 15 November 2010

GURU MEMBUTUHKAN MOTIVASI DAN SUPERVISOR PERSUASIF DAN EDUKATIF

Di suatu sekolah. Guru-guru bekerja ceria, mereka berjalan ke depan kelas penuh kepercayaan diri. Ia beranjak dari tempat duduk ke kantornya, menuju ruang kelas, lima menit sebelum lonceng masuk berbunyi. Ketika keluar dari kelas, terlihat di wajahnya kepuasan yang mengandung sejuta makna. Hampir semua guru melakukan itu, kegairahan, semangat, dan optimistis penuh pengabdian, bersarang di dada dan dalam nurani guru-gurunya.

Di sekolah lain, wajah guru-gurunya selalu diselimuti awan mendung. Guru tegang, resah, dan gelisah. Nyaris penuh ketakutan. Pada saat tertentu, sudah lima sampai sepuluh menit lonceng berbunyi, mereka masih dibuai oleh berbagai kegiatan di kantor. Rasa berat mengangkat pinggulnya berangkat dari kursi, ia berjalan ke ruang kelas dengan rasa gelisah. Rasa susah, rasa pesimis, bahkan nyaris malas bergelantungan di sanubariunya. Bagaikan rasa tak suka dan tak senang dengan profesi, ia tetap memaksakan diri menuju ruangan yang dipenuhi siswa itu.

Apa yang terjadi dengan kedua ilustrasi itu? Guru-guru dengan penetapan gaji yang sama dengan standar penghasilan yang sama, dengan surat keputusan yang dikeluarkan dari pemerintah yang sama, tetapi berbeda dalam tindak dan tingkah laku melaksanakan tugas. Apa yang terjadi, ada apa gerangan?

Agaknya ilustrasi tersebut bukan mengada-ada. Kedua peristiwa tersebut dapat disimak, dapat diamati, dan dapat direkam, jika kita mau memusatkan perhatian terhadap perilaku guru di sekolah. Akan lebih menarik dan lebih akurat hasilnya, jika dilakukan penelitia ilmiah tentang perilaku guru itu. Sekurang-kurangnya, dengan penelitian, beberapa fenomena psikologis tentang perilaku guru disekolah akan dapat diungkapkan. Jika pula, peneilitian itu dimaksudkan untuk pengambilan kebijakan dalam pembinaan tenaga edukatif ini, tenaga pendidik ini.

Ilustrasi kontras itu agaknya dilatar belakangi oleh banyak hal. Salah satu diantaranya adalah motivasi. Jika mereka digaji dengan standar serta peraturan gaji yang sama, berarti gaji bukanlah satu-satunya motivasi. Jika tingkat kehidupan ekonominya sama, tetapi perilaku mengajar dan tindak perbuatannya di sekolah berbeda, berarti kehidupan ekonomi rumah tangga bukanlah satu-satunya daya dorong untuk melakukan tugas dengan baik. Jika naik pengkat dan golongan juga sekali empat tahun, atau mungkin dua tahun dengan “angka kredit”, sama-sama berlaku pada guru dalam ilustrasi itu, berarti pula pangkat dan golongan bukanlah satu-satunya motivasi. Dan apa yang diperlukan oleh guru? Mengapa yang lain bergairah dan yang lain tidak?

Suasana suatu sekolah, agaknya berpengaruh tehadap pelaksanaan tugas guru. Banyak faktor yang mempengaruhi susana itu. Oleh karena suatu suasana adalah kombinasi dari suasana individu dan suasana hati tiap personal. Suasana yang diciptakan oleh gabungan suasana tiap individu itu berpengaruh terhadap suasana sehari-hari di lingkungan kerja. Jika dikaitkan dengan komunikasi, agaknya komunikasi vertikal dan komunikasi horizontal dalam lingkungan kerja memang sangat berpengaruh.

Komunikasi vertikal antara guru dengan unsur pimpinan sekolah sangat berpengaruh dalam menciptakan suasana. Kekakuaan akan timbul bila komunikasi tersebut timbul dalam keadaan kaku. Kepala Sekolah yang amat otoriter, amat menunjukan kekuasaannya, akan berbeda suasana yang ditimbulkannya dengan kepala sekolah familiar, kepala sekolah yang bersahabat, dan kepala sekolah yang demokratis. Ada memang, kepala sekolah yang selalu mengobral perintah dan instruksi terus menerus. Ini harus begitu, itu harus begini. Perintah datang dari atas, guru tidak pernah dilibatkan untuk menbambil kebijaksanaan, guru tidak diikutsertakan dalam pengambilan keputusan, guru hanya sebagai pelaksana yang harus dan harus melaksanakan semua perintah kepala sekolah. Hal ini barangkali akan membuat suasana lain di sekolah tertentu.

Sementara itu, cukup banyak kepala sekolah yang suka bermusyawarah. Meskipun sang kepala sekolah dapat memtuskan sendiri, karena memang dia adalah pengambil keputusan, namun beberapa orang guru, atau seluruh guru ia libatkan dalam pengambilan keputusan itu. Faktor kebersamaan dalam melaksanakan tugas menjadi standar pengambilan keputusan. Hal ini melahirkan suasana yang jauh berbeda dengan karakteristik pimpinan pada tipe pertama tadi.

Jika memang suasana dapat dijadikan salah stu bentuk motivasi kegairahan guru dalam melaksnakan tugasnya, mengapa kepala sekolah tidak memanfaatkan itu untuk pelaksanaan tugasnya? Agaknya hal ini perlu menjadi renungan bagi sekolah dlam tipe kedua pada ilustrasi di atas.

Kepastian dalam karir, juga berpengaruh kepada suasan guru dalam melaksanakan tugas. Kepastian karir itu juga bergantung kepada sistem penilaian dan operasional penilaian kepala sekolah. Di daerah ini ternyata cukup banyak guru yang potensial, guru yang melaksnakan tugas dengan baik dan benar. Akan tetapi, guru-guru yang seperti itu sering luput dari perhatian kepala sekolah. Oleh karena, guru-guru yang menjalankan tugas dengan baik dan benar, biasanya enggan “menjilat”, enggan melaksanakan “akting yang berlebihan”, apalagi untuk “angkek talua” kepada atasan.

Sepanjang kurun dan waktu ia melaksanakan tugas dengan baik. Sepanjang hari ia berfikir dalam tugasnya, anak-anak suka kepadanya, pelajaran yang dianggap sulit selama ini, mudah sampai di tangannya. Akan tetapi karena sering luput dari perhatian kepala sekolah, mereka akhirnya menjadi frustasi, kegairahan berkurang, dan dirinya merasa tak perlu berbuat lebih dari yang lain. Arti kesungguh-sungguhannya tidak mendapat tempat di hati kepala sekolah. Tidak ada jalan lain, hanya bertugas apa adanya, bak orang upahan yang menerima gaji dengan pekerjaan rutin setiap hari.

Kepastian karir bagi seorang guru memang amat diperlukan. Oleh karena di dalam hidup mungkin hanya dua hal yang sangat dibutuhkan oleh seorang pegawai negeri. Pertama mendapatkan gaji dari pekerjaan, kedua pengembangan karir dan prestasinya. Jika timpang salah satu, berarti motivasinya pudar, motivasinya hilang secara bertahap. Akibatnya adalah seperti yang terjadi pada ilustrasi kedua itu. Lesu, kurang gairah, dan tidak bersemangat untuk lebih baik. Toh, baik dan buruk sama saja di mata atasan.

Pada sisi lain, tidak sedikit pula guru yang kurang memahami bidang tugasnya. Terutama mereka yang tidak mampu mengikuti perkembangan terbaru, perkembangan di dunia pendidikan, baik yang berhubungan dengan metode dan teknik, maupun yang berhubungan dengan disiplin ilmunya. Kegairahannya berkurang karena merasa selalu tertinggal, merasa tidak mampu mengaktualisasikan diri mereka dihadapan anak didik, dihadapan rekan-rekan lain. Di samping kenyataan itu, kepala sekolah sebagai pimpinan sibuk kerjanya, asyik dengan dirinya. Hal yang seperti ini tidak jarang membuat kehancuran guru dalam melaksanakan tugasnya.

Dalam kondisi sekarang, mungkin yang akan datang, guru mebutuhkan motivasi dan pembinaan yang intensif. Motivasi yang dibutuhkan , bukannya penghasilan yang berkaitan dengan ekonomi, tetapi penghargaan atas hasil kerjanya. Bukan hanya gaji yang dibutuhkan guru, tetapi perhatian atas pekerjaan yang ia lakukan. Sedangkan pembinaan terus menerus sepanjang waktu merupakan bentuk motivasi lain dalam pelaksanaan tugas guru.

Pembinaan itu dapat dilakukan dalam bentuk pemberian informasi baru, informasi yang aktual tentang perkembangan pendidikan dan perkembangan pengetahuan. Hal yang seperti ini, pertama-tama hanya kepala sekolahlah yang melakukannya. Kepala sekolah yang diharapkan melakukannya. Misalnya, informasi dari jajaran atas, dari Kantor Kementerian Pendidikan, dari Kantor Dinas Pendidikan, tidak hanya dibiarkan mengendap dalam arsip kantor kepala sekolah, tetapi informasi yang berhubungan dengan perkembangan itu seyogyanya dikomunikasikan oleh kepala sekolah kepada guru-gurunya.

Pembinaan lain adalah pembinaan profesional. Pembinaan dalam bidang profesi keguruan, profesi kependidikan. Guru membutuhkan, itu terus menerus. Peranan supervisi agaknya amat penting. Penataran tingkat sekolah dari kepala sekolah untuk guru atau dari guru untuk guru, agaknya merupakan bentuk operasional dari pembinaan itu. Tetapi adakah kepala sekolah yang mengarifi hal-hal seperti itu? Ini pertanyaan yang memerlukan jawaban melalui penelitian.

Dalam situasi yang seperti sekarang, mungkin akan datang, guru memerlukan supervisor yang benar-benar menguasai bidangnya. Duru memerlukan kepala sekolah yang berwawasan luas, memerlukan pengawas sekolah yang berpandangan ke depan, memerlukan pengawas yang berpengetahuan luas dalam bidangnya. Akan tetapi apakah supervisor yang diangkat dengan jabatan fungsional itu memiliki kompetensi demikian. Ini pun agaknya memerlukan penelitian untuk menjawabnya. Agaknya. (Tulisan : Zulkarnaini Diran, Praktisi dan Pemerhati Pendidikan)

Minggu, 14 November 2010

free download

Permendiknas No. 28 Tahun 2010 tentang guru yang diangkat menjadi Kepala Sekolah
http://www.ziddu.com/download/12530265/permendiknas28thn2010.pdf.html

Penjaminan Mutu Pendidikan
http://www.ziddu.com/download/12530703/TEMPENJAMINANMUTUPENDIDIKAN-VERSI2010-byPakPRANATA.ppt.html

Penilaian Kinerja Guru dan aturan DUPAK Baru
http://www.ziddu.com/download/12530704/PENILAINANKINERJAGURU.ppt.html

Presentasi PP 53. tahun 2010 tentang disiplin PNS dan CPNS
http://www.ziddu.com/download/12530705/PP532010aCC.ppt.html

Administrasi Guru yang telah sertifikasi dan yang belum
http://www.ziddu.com/download/12530706/14.formatadmninistrasiguru.rtf.xls.html

Penjelasan Pasal demi Pasal dari PP 53 Tahun 2010
http://www.ziddu.com/download/12530707/PenjelasanPASALdemipasal.ppt.html

Program semester
http://www.ziddu.com/download/12530882/2.FormatprogramsemesterGasal..doc.html

Program Tahunan
http://www.ziddu.com/download/12530883/1.formatProgramTahunan..doc.html

Program Tugas terstruktur dan Tugas Mandiri
http://www.ziddu.com/download/12530884/5.FormattUGASTERSTRUKTURDANMANDIRI..doc.html

Program Remedial
http://www.ziddu.com/download/12530885/4.Formatprogramremedial..doc.html

Program Pengayaan
http://www.ziddu.com/download/12530887/6.FormatPROGRAMPENGAYAAN..doc.html

Sabtu, 13 November 2010

Permendiknas No. 28 Tahun 2010

Silahkan Download http://www.tendik.org/images/permendiknas%20no.%2028%20tahun%202010%20tentang%20penugasan%20guru%20sebagai%20kepala%20sekolahmadrasah.pdf

Permendiknas No.28 tahun 2010 tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala sekolah

PERATURAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
NOMOR 28 TAHUN 2010
TENTANG
PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,


Menimbang :
a. bahwa guru dapat diberikan tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah untuk memimpin dan mengelola sekolah/madrasah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan;
b. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas kepala sekolah/madrasah perlu dilakukan pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah serta sertifikasi kompetensi dan penilaian kinerja kepala sekolah/madrasah;
c. bahwa Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 162/U/2003 tentang Pedoman Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah sudah tidak sesuai dengan perkembangan sistem pendidikan nasional;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan c perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah/Madrasah;

Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);
4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4754);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4941);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5157);
11. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
12. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
13. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II;
14. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya;
15. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH/ MADRASAH.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Kepala sekolah/madrasah adalah guru yang diberi tugas tambahan untuk memimpin taman kanak-kanak/raudhotul athfal (TK/RA), taman kanak-kanak luar biasa (TKLB), sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI), sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs), sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK), atau sekolah menengah atas luar biasa (SMALB) yang bukan sekolah bertaraf internasional (SBI) atau yang tidak dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional (SBI).
2. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
3. Pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah adalah suatu tahapan dalam proses penyiapan calon kepala sekolah/madrasah melalui pemberian pengalaman pembelajaran teoretik maupun praktik tentang kompetensi kepala sekolah/madrasah yang diakhiri dengan penilaian sesuai standar nasional.
4. Penilaian akseptabilitas adalah penilaian calon kepala sekolah/madrasah yang bertujuan untuk menilai ketepatan calon dengan sekolah/madrasah dimana yang bersangkutan akan diangkat dan ditempatkan.
5. Kompetensi kepala sekolah/madrasah adalah pengetahuan, sikap dan keterampilan pada dimensi-dimensi kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial.
6. Komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
7. Sertifikat kepala sekolah/madrasah adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru bahwa yang bersangkutan telah memenuhi kualifikasi dan kompetensi untuk mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah.
8. Penilaian kinerja adalah suatu proses menentukan nilai kinerja kepala sekolah/madrasah dengan menggunakan patokan-patokan tertentu.
9. Pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah proses dan kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesional kepala sekolah/madrasah yang dilaksanakan berjenjang, bertahap, dan berkesinambungan dalam rangka meningkatkan manajemen dan kepemimpinan sekolah/madrasah
10. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
11. Kementerian adalah kementerian yang menangani urusan pemerintah dalam bidang pendidikan nasional.
12. Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintah dalam bidang pendidikan nasional.
13. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang bertanggungjawab di bidang pendidik dan tenaga kependidikan di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama sesuai kewenangannya.
14. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota.
15. Kantor wilayah kementerian agama/kantor kementerian agama kabupaten/kota adalah perwakilan Kementerian Agama tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota.
16. Dinas provinsi adalah dinas yang bertanggungjawab di bidang pendidikan di provinsi.
17. Dinas kabupaten/kota adalah dinas yang bertanggungjawab di bidang pendidikan di kabupaten/kota.
18. Pengawas sekolah adalah guru yang diangkat dalam jabatan pengawas sekolah/madrasah.

BAB II
SYARAT-SYARAT GURU YANG DIBERI TUGAS TAMBAHAN
SEBAGAI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH
Pasal 2

(1) Guru dapat diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah apabila memenuhi persyaratan umum dan persyaratan khusus.
(2) Persyaratan umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. memiliki kualifikasi akademik paling rendah sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau nonkependidikan perguruan tinggi yang terakreditasi;
c. berusia setinggi-tingginya 56 (lima puluh enam) tahun pada waktu pengangkatan pertama sebagai kepala sekolah/madrasah;
d. sehat jasmani dan rohani berdasarkan surat keterangan dari dokter Pemerintah;
e. tidak pernah dikenakan hukuman disiplin sedang dan/atau berat sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
f. memiliki sertifikat pendidik;
h. pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun menurut jenis dan jenjang sekolah/madrasah masing-masing, kecuali di taman kanak-kanak/raudhatul athfal/taman kanak-kanak luar biasa (TK/RA/TKLB) memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA/TKLB;
i. memiliki golongan ruang serendah-rendahnya III/c bagi guru pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi guru bukan PNS disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang dibuktikan dengan SK inpasing;
j. memperoleh nilai amat baik untuk unsur kesetiaan dan nilai baik untuk unsur penilaian lainnya sebagai guru dalam daftar penilaian prestasi pegawai (DP3) bagi PNS atau penilaian yang sejenis DP3 bagi bukan PNS dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan
k. memperoleh nilai baik untuk penilaian kinerja sebagai guru dalam 2 (dua) tahun terakhir.
(3) Persyaratan khusus guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah meliputi:
a. berstatus sebagai guru pada jenis atau jenjang sekolah/madrasah yang sesuai dengan sekolah/madrasah tempat yang bersangkutan akan diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah;
b. memiliki sertifikat kepala sekolah/madrasah pada jenis dan jenjang yang sesuai dengan pengalamannya sebagai pendidik yang diterbitkan oleh lembaga yang ditunjuk dan ditetapkan Direktur Jenderal.
(4) Khusus bagi guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah Indonesia luar negeri, selain memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) butir a dan b juga harus memenuhi persyaratan khusus tambahan sebagai berikut:
a. memiliki pengalaman sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai kepala sekolah/madrasah;
b. mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris dan atau bahasa negara dimana yang bersangkutan bertugas;
c. mempunyai wawasan luas tentang seni dan budaya Indonesia sehingga dapat mengenalkan dan mengangkat citra Indonesia di tengah-tengah pergaulan internasional.

BAB III
PENYIAPAN CALON KEPALA SEKOLAH/MADRASAH
Pasal 3

(1) Penyiapan calon kepala sekolah/madrasah meliputi rekrutmen serta pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah.
(2) Kepala dinas propinsi/kabupaten/kota dan kantor wilayah kementerian agama/kantor kementerian agama kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya menyiapkan calon kepala sekolah/madrasah berdasarkan proyeksi kebutuhan 2 (dua) tahun yang akan datang.

Pasal 4
(1) Calon kepala sekolah/madrasah direkrut dari guru yang telah memenuhi persyaratan umum sebagaimana dimaksud pada Pasal 2.
(2) Calon kepala sekolah/madrasah direkrut melalui pengusulan oleh kepala sekolah/madrasah dan/atau pengawas yang bersangkutan kepada dinas propinsi/kabupaten/kota dan kantor wilayah kementerian agama/kantor kementerian agama kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 5
(1) Dinas propinsi/kabupaten/kota dan kantor wilayah kementerian agama/kantor kementerian agama kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya melakukan seleksi administratif dan akademik.
(2) Seleksi administratif dilakukan melalui penilaian kelengkapan dokumen yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang sebagai bukti bahwa calon kepala sekolah/madrasah bersangkutan telah memenuhi persyaratan umum sebagaimana dimaksudkan pada Pasal 2 ayat (2).
(3) Seleksi akademik dilakukan melalui penilaian potensi kepemimpinan dan penguasaan awal terhadap kompetensi kepala sekolah/madrasah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 6
(1) Guru yang telah lulus seleksi calon kepala sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus mengikuti program pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah di lembaga terakreditasi.
(2) Akreditasi terhadap lembaga penyelenggara program penyiapan calon kepala sekolah/madrasah dilaksanakan oleh lembaga yang ditunjuk dan ditetapkan oleh menteri.

Pasal 7
(1) Pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah kegiatan pemberian pengalaman pembelajaran teoretik maupun praktik yang bertujuan untuk menumbuhkembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan pada dimensi-dimensi kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial.
(2) Pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah dilaksanakan dalam kegiatan tatap muka dalam kurun waktu minimal 100 (seratus) jam dan praktik pengalaman lapangan dalam kurun waktu minimal selama 3 (tiga) bulan.
(3) Pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah dikoordinasikan dan difasilitasi oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
(4) Pemerintah dapat memfasilitasi pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota untuk meningkatkan kemampuan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah.
(5) Pendidikan dan pelatihan diakhiri dengan penilaian untuk mengetahui pencapaian kompetensi calon kepala sekolah/madrasah.
(6) Calon kepala sekolah/madrasah yang dinyatakan lulus penilaian diberi sertifikat kepala sekolah/madrasah oleh lembaga penyelenggara.
(7) Sertifikat kepala sekolah/madrasah dicatat dalam database nasional dan diberi nomor unik oleh menteri atau lembaga yang ditunjuk

Pasal 8
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyiapan calon kepala sekolah/madrasah diatur dalam pedoman yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

BAB IV
PROSES PENGANGKATAN KEPALA SEKOLAH/MADRASAH
Pasal 9
(1) Pengangkatan kepala sekolah/madrasah dilakukan melalui penilaian akseptabilitas oleh tim pertimbangan pengangkatan kepala sekolah/madrasah.
(2) Tim pertimbangan pengangkatan kepala sekolah/madrasah ditetapkan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau penyelenggara sekolah/madrasah yang dilaksanakan oleh masyarakat sesuai dengan kewenangannya.
(3) Tim pertimbangan melibatkan unsur pengawas sekolah/madrasah dan dewan pendidikan. 7
(4) Berdasarkan rekomendasi tim pertimbangan pengangkatan kepala sekolah/madrasah, Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau penyelenggara sekolah/madrasah sesuai dengan kewenangannya mengangkat guru menjadi kepala sekolah/madrasah sebagai tugas tambahan.
(5) Guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah mendapatkan tunjangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB V
MASA TUGAS
Pasal 10
(1) Kepala sekolah/madrasah diberi 1 (satu) kali masa tugas selama 4 (empat) tahun.
(2) Masa tugas kepala sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali masa tugas apabila memiliki prestasi kerja minimal baik berdasarkan penilaian kinerja.
(3) Guru yang melaksanakan tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah 2 (dua) kali masa tugas berturut-turut, dapat ditugaskan kembali menjadi kepala sekolah/madrasah di sekolah/madrasah lain yang memiliki nilai akreditasi lebih rendah dari sekolah/madrasah sebelumnya, apabila :
a. telah melewati tenggang waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) kali masa tugas; atau
b. memiliki prestasi yang istimewa.
(4) Prestasi yang istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b adalah memiliki nilai kinerja amat baik dan berprestasi di tingkat kabupaten/kota/ provinsi/nasional.
(5) Kepala sekolah/madrasah yang masa tugasnya berakhir, tetap melaksanakan tugas sebagai guru sesuai dengan jenjang jabatannya dan berkewajiban melaksanakan proses pembelajaran atau bimbingan dan konseling sesuai dengan ketentuan.
BAB VI
PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN
Pasal 11
(1) Pengembangan keprofesian berkelanjutan meliputi pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap pada dimensi-dimensi kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial.
(2) Pengembangan keprofesian berkelanjutan dilaksanakan melalui pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan/atau karya inovatif.
(3) Pengembangan keprofesian berkelanjutan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Direktur Jenderal. 8
BAB VII
PENILAIAN KINERJA KEPALA SEKOLAH/MADRASAH
Pasal 12
(1) Penilaian kinerja kepala sekolah/madrasah dilakukan secara berkala setiap tahun dan secara kumulatif setiap 4 (empat) tahun.
(2) Penilaian kinerja tahunan dilaksanakan oleh pengawas sekolah/madrasah.
(3) Penilaian kinerja 4 (empat) tahunan dilaksanakan oleh atasan langsung dengan mempertimbangkan penilaian kinerja oleh tim penilai yang terdiri dari pengawas sekolah/madrasah, pendidik, tenaga kependidikan, dan komite sekolah dimana yang bersangkutan bertugas.
(4) Penilaian kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. usaha pengembangan sekolah/madrasah yang dilakukan selama menjabat kepala sekolah/madrasah;
b. peningkatan kualitas sekolah/madrasah berdasarkan 8 (delapan) standar nasional pendidikan selama dibawah kepemimpinan yang bersangkutan; dan
c. Usaha pengembangan profesionalisme sebagai kepala sekolah/madrasah;
(5) Hasil penilaian kinerja dikategorikan dalam tingkatan amat baik, baik, cukup, sedang atau kurang.
(6) Penilaian kinerja kepala sekolah/madrasah dilaksanakan sesuai pedoman penilaian kinerja kepala sekolah/madrasah yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

BAB VIII
MUTASI DAN PEMBERHENTIAN TUGAS GURU SEBAGAI
KEPALA SEKOLAH/MADRASAH
Pasal 13
Kepala sekolah/madrasah dapat dimutasikan setelah melaksanakan masa tugas dalam 1 (satu) sekolah/madrasah sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun.
Pasal 14
(1) Kepala sekolah/madrasah dapat diberhentikan dari penugasan karena:
a. permohonan sendiri;
b. masa penugasan berakhir;
c. telah mencapai batas usia pensiun jabatan fungsional guru;
d. diangkat pada jabatan lain;
e. dikenakan hukuman disiplin sedang dan/atau berat;
f. dinilai berkinerja kurang dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 12
g. berhalangan tetap;
h. tugas belajar sekurang-kurangnya selama 6 (enam) bulan;dan/atau
i. meninggal dunia.
(2) Pemberhentian kepala sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau penyelenggara sekolah/madrasah sesuai dengan kewenangannya. 9
Pasal 15
Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan kewenangannya berdasarkan penilaian kinerja dan masukan dari tim pertimbangan pengangkatan kepala sekolah/madrasah menetapkan keputusan perpanjangan masa penugasan kepala sekolah/madrasah.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 16
Pada saat Peraturan Menteri ini ditetapkan guru yang sedang melaksanakan tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah, masa tugasnya dihitung sejak yang bersangkutan ditugaskan sebagai kepala sekolah/madrasah.
Pasal 17
Pada saat Peraturan Menteri ini ditetapkan, guru yang telah atau sedang melaksanakan tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah tidak dipersyaratkan memiliki sertifikat kepala sekolah/madrasah sampai selesai masa tugasnya.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 18
(1) Dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak berlakunya Peraturan Menteri ini Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau penyelenggara sekolah/madrasah wajib melaksanakan program penyiapan calon kepala sekolah/madrasah.
(2) Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau penyelenggara sekolah/madrasah wajib melaksanakan Peraturan Menteri ini dalam penugasan guru sebagai kepala sekolah/madrasah paling lambat tahun 2013.

Pasal 19
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 162/U/2003 tentang Pedoman Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 20
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan 10
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Oktober 2010
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
TTD

MOHAMMAD NUH