by Bambang Sumintono
Bagaimanakah hubungan antara sains, teknologi, dan masyarakat dalam pengajaran sains? Pendekatan apa yang bisa dilakukan untuk mengemas ketiganya menjadi materi pengajaran sains di sekolah?
Pendekatan sains, teknologi dan masyarakat (STM) atau biasa juga di Indonesia disebut dengan Salingtemas (sains-lingkungan-teknologi-masyarakat) mulai berkembang pada dasarwarsa 70-an, sebagai reaksi dari pola pengajaran sains post-Sputnik. Titik penekanan dari pola ini adalah mengembangkan hubungan antara pengetahuan ilmiah siswa dengan pengalaman keseharian mereka. Paling tidak terdapat dua konteks dalam pedekatan STM ini.
Konteks pertama adalah interaksi sehari-hari siswa dengan dunia sekitarnya. Suatu pengetahuan ilmiah yang luas akan memperkaya kehidupan individu, juga membuat berbagai pengalaman untuk diinterpretasi pada tahap yang berbeda. Pengembaraan di kebun atau hutan misalnya, akan memperoleh suatu pengalaman yang lain bila si pengembara/siswa tersebut memiliki pengetahuan biologi dan geologi. Berhubungan dengan hal ini juga adalah ketika pengetahuan ilmiah digunakan dalam menyelesaikan masalah praktis yang bisa muncul kapan saja di sekitar rumah tangga, seperti memperbaiki mainan atau peralatan listrik yang rusak.
Namun, hal ini sudah lama disadari bahwa jika guru ingin siswanya mampu melakukan aplikasi pengetahuan ilmiah, maka latihan yang diberikan untuk hal itu harus lebih banyak. Untuk kebanyakan siswa, hal ini tidak datang secara alami, dan pengetahuan serta ketrampilan yang dipelajari di kelas sains biasanya disimpan dalam “kotak ingatan” yang berbeda dengan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Cakupan Luas
Konteks yang kedua melibatkan cakupan yang lebih luas antara sains melalui teknologi terhadap masyarakat, dengan tujuan ini pengajaran sains bergerak keluar dari sekedar pengajaran sains di kelas. Berbagai materi mulai dari dampak pencemaran udara terhadap lingkungan seperti efek rumah kaca yang berlanjut ke hujan asam, pemanasan global dan perubahan iklim dipelajari di kelas sains. Ruang lingkup STM lebih luas dari sekedar komponen sains dari hal tersebut, namun ke segala hal detil yang mempengaruhi kelangsungan hidup umat manusia secara keseluruhan. Pada pola ini pemahaman sains harus benar-benar dipahami dan ini melibatkan pengajaran sains pada tahapan yang lebih tinggi. Sehingga hal ini akan memberikan tantangan yang berarti bagi guru sains di kelas untuk menyesuaikan diri terhadap pembahasan permasalahan yang diulas dengan taraf pengetahuan siswa.
Pembahasan berbagai permasalahan STM akan membawa kepada pemahaman hal apa yang perlu dilakukan untuk menangani atau mencegah hal tersebut terjadi serta faktor apa saja yang terlibat atau tidak terhadap masalah tersebut membawa berbagai pengetahuan dan kepercayaan di luar pengajaran sains, dan hal nilah yang harusnya diintregrasikan dalam pengetahuan ilmiah. Para siswa diharapkan untuk dapat mulai melihat bahwa walaupun pengetahuan ilmiah berada di belakang permasalahan tersebut namun hal itu tidaklah cukup, diharapkan siswa melakukan tindakan bijak sebagai anggota masyarakat dalam memelihara kelestarian alam. Sehingga siswa belajar menyadari beberapa hal keterbatasan dalam sains yang merupakan bekal berarti bagi kehidupannya.
Pendekatan Lain
Pendekatan sikap dan nilai ilmiah dapat dibedakan dapat dilakukan dalam dua penekanan yang berbeda. Yang pertama melibatkan usaha untuk mengembangkan berbagai sikap tersebut yang dilihat sebagai sifat-sifat ilmuwan yang bila dikembangkan akan membantu siswa menyelesaikan persoalan sejenis seperti halnya ilmuwan menyelesaikannya.
Beberapa sikap tersebut diantaranya adalah :
Mengetahui butuhnya bukti sebelum membuat klaim pengetahuan
Mengetahui butuhnya berhati-hati ketika melakukan interpretasi pada hasil percobaan/pengamatan
Kemauan untuk mempertimbangkan interpretasi lain yang juga masuk akal
Kemauan untuk melakukan aktivitas percobaan secara hati-hati
Kemauan untuk mengecek bukti dan interpretasinya
Mengakui keterbatasan penyelidikan secara ilmiah
Penekanan yang kedua adalah mengembangkan sikap-sikap khusus terhadap alam sekitar, mata pelajaran selain sains ataupun dasar untuk karir masa depan seperti halnya sikap terhadap sains.
Berbagai sikap tersebut seperti:
Rasa ingin tahu tentang alam fisik dan biologis dan bagaimana hal itu bekerja
Kesadaran bahwa sains dapat menyumbangkan hal untuk mengatasi masalah individu ataupun global
Suatu antusiasme terhadap pengetahuan ilmiah dan metodanya
Suatu pengakuan bahwa sains adalah aktivitas manusia bukan sesuatu yang mekanis
Suatu pengakuan pentingnya pemahaman ilmiah dalam dunia yang modern
Suatu kenyataan bahwa pengetahuan ilmiah bisa digunakan untuk maksud baik maupun jahat
Suatu pemahaman hubungan antara sains dan bentuk aktivitas manusia lainnya
suatu pengakuan bahwa pengetahuan dan pemahaman sains berbeda dengan yang dilakukan sehari-hari
Berbagai sikap di atas secara jelas berhubungan dengan sains, dan akan berpotensi terus berkembang khususnya ketika siswa terlibat dalam pelajaran sains di sekolah. Namun, terdapat juga sikap-sikap positif lainnya yang mana seorang guru sains dapat juga meneguhkan dan memperkuatnya seperti rasa tanggung jawab, kesediaan untuk bekerja sama, toleransi, rasa percaya diri, menghargai orang lain, kebebasan, dapat dipercaya dan kejujuran intelektual.
Pengembangan sikap-sikap ini biasanya merupakan konsekwensi tidak langsung dari seluruh pengalaman di sekolah maupun di dunia luar. Tidak seorang guru pun atau sekumpulan kegiatan yang akan bertanggung jawab terhadap sikap siswa terhadap sains. Penelitian dalam pendidikan misalnya, menunjukkan betapa kuatnya pengaruh hidden curriculum dibanding isi materi kurikulum terhadap cara pandang siswa terhadap dirinya, guru, sekolah maupun proses pendidikan. Namun, walaupun perubahan sikap adalah hal yang lambat dibanding pertambahan pengetahuan dan pengurukannya juga sulit dilakukan, hal ni tidak menjadikan bahwa hal itu tidak perlu dilakukan.
Pendekatan sifat alamiah dari sains adalah pendekatan yang membawa berbagai implikasi yang terkesan rumit baik bagi siswa maupun guru. Siswa yang belajar di kelas yang paling tidak mendapat tiga mata pelajaran sains (biologi, fisika dan kimia) akan berhadapan dengan beragam guru sains yang juga beragam sikap dan pandangannya tentang sains. Hal ini berpotensi untuk menimbulkan kebingungan siswa, sudut pandang guru yang mana yang memang lebih tepat? Cara yang lebih baik adalah dengan mengakui adanya keberagaman pandangan tentang sains dan kesulitannya mencari suatu konsensus, untuk kemudian mendiskusikan kekuatan dan kelemahan berbagai pandangan tersebut. Salah satu cara yang telah diterapkan adalah dengan pendekatan sejarah dan filsafat sains (History and Philosophy of Science) yaitu dimana siswa terlibat dalam mempelajari dan menganalisa sebab-sebab historis dimana prestasi sains berlangsun.
Sisi Manusiawi
Satu hal yang akan menjadi sulit pada pendekatan ini adalah ketidaksetujuan diantara para ilmuwan. Berbagai penemuan baru dan aplikasinya akan diperdebatkan antara ilmuwan, misalnya tentang system klasifikasi mahluk hidup, usulan bagi suatu tindakan terhadap berbagai masalah medis atau lingkungan yang bisa melibatkan kepentingan seluruh umat manusia di bumi. Pandangan sains secara tradisional sedikit menempatkan pertentangan ini lebih-lebih untuk siswa sekolah, namun pandangan lebih modern hal ini menjadi sesuatu yang tak terpisahkan. Sehingga hal-hal yang diperdebatkan baik hal tersebut masalah ilmiah atau sistem nilai adalah hal yang berguna untuk didiskusikan.
Berbagai fokus tersebut menggambarkan pentingnya sisi manusiawi dari sains. Biasanya siswa melihat sains sebagai suatu yang mekanis: para ilmuwan mengikuti sejumlah metoda untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Profil ilmuwan pun biasa digambarkan sebagai orang (biasanya laki-laki) yang berjas putih, serius dan melakukan tugas yang menjemukan. Kenyataannya, hal ini bisa menjadikan banyak siswa justru menghindari pelajaran sains atau menghindari profesi masa depan karir sebagai ilmuwan. Studi kasus sejarah juga dapat digunakan berbagai hal yang berkaitan.
Pendekatan kecakapan individu dan sosial adalah mengembangkan potensi siswa yang juga penting. Sains bukanlah berada dalam suatu posisi yang unik yang memberikan sumbangan terhadap perkembangan kecapakan ini, namun banyak pihak berpendapat bahwa semua guru harus mengembangkan kemampuan individu siswa seperti ketekunan, maupun kecakapan sosial seperti kerja sama. Jika anda sebagai guru mempercayainya, maka hal tersebut akan terlihat dari metoda mengajar yang anda dipraktekkan.
Diedit seperlunya dari http://deceng.wordpress.com/
Kredit foto: origins.jpl.nasa.gov
Tidak ada komentar:
Posting Komentar