Minggu, 16 Desember 2007

Jangan sungkan memberi ide pada atasan

Pada saat masih menjadi bawahan, sering seseorang takut memberi ide atau masukan kepada atasan, kawatir kalau masukannya tidak atau kurang berkualitas, dan atasan tak bisa menerima ide bawahan tersebut.

Perubahan kondisi saat ini, yang hubungan antara atasan dan bawahan tak dipisahkan oleh gap yang lebar, ide bawahan sangat bermanfaat untuk didengarkan. Tingkat pendidikan rata-rata staf yang tinggi saat masuk perusahaan, serta budaya ewuh pakewuh mulai berkurang, maka staf lebih berani menyatakan pendapat. Kadang-kadang ide seorang staf tak terduga, dan tak terpikirkan sebelumnya. Bagaimana agar para atasan atau bawahan membuat situasi yang kondusif, agar ide-ide yang bernas bermunculan, tanpa ada keraguan sedikitpun bagi pemilik ide untuk mengucapkannya, saya akan mencoba sharing pengalaman di bawah ini.

Saat saya masih seorang staf, saya mempunyai atasan (General Manager) yang seminggu sekali mengadakan acara brainstorming di ruang rapat. Disini para staf, asisten manager, dan manager bebas mengemukakan ide apa saja. Karena situasi yang mendukung, secara tak sadar, saya menjadi berani melontarkan ide. Ide yang dilontarkan, kadang diserang oleh teman lainnya, dan pemilik ide tentu saja akan mempertahankan dengan berbagai argumentasi.

Bagaimana dengan pak GM sendiri? Beliau hanya mendengarkan berbagai debat kusir, yang kadang kemana-mana, tapi pada akhir acara, beliau dengan tenangnya mengambil kesimpulan hasil diskusi tadi, serta mencatat ada beberapa ide yang dilontarkan. Disitu beliau juga meminta, ide yang masih banyak pertanyaan, agar di explore lebih lanjut, siapa tahu nantinya akan berguna.

Begitulah hari-hari di awal karirku….dan perdebatan di ruang rapat sering terlupakan begitu saja. Suatu ketika bos mendekati saya, dan mengatakan…”Idemu tentang X bagus, bagaimana jika anda buat paper tentang hal tersebut, serta langkah-langkah apa yang harus kita buat, agar ide itu dapat dilaksanakan,” kata beliau. Saya pucat pasi, obrolan yang membuat saya dengan mudah melontarkan ide, ternyata menjadi pemikiran beliau. Terpaksa saya mencari referensi, bertanya kiri kanan, ke unit kerja lain, juga mencari bahan-bahan di perpustakaan. Setelah paper selesai dibuat dan saya serahkan kepada beliau, saya menunggu dengan hati berdebar….rasanya malu sekali, dan ingin kepala ini disembunyikan kemana.

Malamnya saya tak bisa tidur, besok pagi-pagi sekali saya sudah dipanggil ke ruang kerja beliau, diajak diskusi tentang paper saya. Saya melongo, ternyata ide saya yang begitu sederhana, dan diperbaiki beliau, akhirnya menjadi dasar untuk perbaikan kebijakan yang selama ini telah berjalan. Beliau sendiri mendapatkan apresiasi dari Board of Director.

Bagaimana dengan teman-teman lain? Sejalan dengan pengetahuan saya yang makin berkembang, ternyata teman-teman mendapatkan kesempatan yang sama, dan dari perkembangannya saya melihat bos melakukan pendekatan secara personal pada masing-masing orang. Ada orang yang akhirnya dipindahkan ke bidang operasional karena beliau menganggap teman tersebut memang cocok di operasional, ada juga yang terus di bagian kebijakan, serta tetap di kantor Pusat.

Pelajaran dari bos tadi, akhirnya saya kembangkan setelah saya mendapat kesempatan memimpin unit kerja, dan ternyata pekerjaan kita menjadi lebih mudah. Jadi, berbahagia lah mempunyai staf yang pandai-pandai, tapi anda harus siap juga bahwa staf tersebut juga pandai mengkritik anda. Kritikan akan menjadi makanan sehari-hari, justru inilah yang membuat situasi menjadi dinamis, hidup, dan orang bebas ber argumentasi, tapi memang ada etikanya…argumentasinya dilakukan di ruang rapat, dan apapun perdebatan yang telah dilakukan di ruang rapat, tak boleh dimasukkan ke hati, dan harus tetap menjadi teman yang baik setelah keluar dari ruang rapat.(edratna.wordpress.com)


Tidak ada komentar: