Rabu, 17 Oktober 2007

bELAJAR MEMAHAMI pRIA


Print E-mail
Written by Fanya Ardianto
handKalau boleh aku nanya sama ibuk-ibuk yang kebetulan mampir dan mbaca blogku ini, apakah ibuk-ibuk sudah merasa benar-benar memahami sosok pria yang dengannya ibuk-ibuk akan menghabiskan seluruh sisa hidup ibuk-ibuk (suami maksutnyah)? Apakah ibuk-ibuk sudah tidak pernah merasa tidak-habis-pikir dan tidak menemukan lagi ulahnya yang menurut ibuk-ibuk tidak masuk akal? Apakah ibuk-ibuk sudah tidak pernah merasa kecewa lagi karena tanggapannya yang menurut ibuk-ibuk terlalu minim dan ‘meremehkan’? Apakah ibuk-ibuk sudah tidak pernah jengkel lagi karena merasa kadang-kadang dia dengan sengaja ‘menjauh’? Klo jawabannya iya, sebaiknya ibuk-ibuk tidak usah mbaca tulisan saya kali ini. Soalnya, tulisan ini khusus aku buat untuk ibuk-ibuk ato wanita yang kebetulan masih punya perasaan-perasaan seperti di atas (seperti saya contohnya, hehe...)
Prolog : (Ah, sudah cukup lama tidak menulis. Bukan, bukan karena sedang ‘terlena’ menikmati hadiah dari kontes menulisnya hiking , tapi memang sedang tertimbun (meminjam istilah bunda inong) tugas-tugas kampus yang selesai satu tumbuh seribu (woloh...). Hari minggu ini, bener-bener pengen rasanya ‘menikmati hidup’ dan sedikit ‘bernafas’ sebelum besok senin harus kembali ‘ditempa’ dalam pelatihan Terapi Hipnosis. Okeh, setelah seharian tadi tidur, sedikit jalan-jalan dan baca-baca buku yang kemarin baru dibeli, malem ini jadi pengen nulis-nulis. Awalnya masih bingung mau nulis apaan, pokoknya pengen nulis aja, blog ini udah 2 mingguan nggak diapdet kan? Hihi... Sekali lagi thanks buat hiking yang karena dia aku jadi berfikir untuk tidak sekedar menulis, tapi jadi berfikir untuk menulis sesuatu yang mungkin lebih banyak bermanfaat).hugs

Ide untuk menulis topik ini sebenarnya udah lama banget ada di sini (sambil menunjuk ke kepala sendiri), tapi berhubung ada alasan yang tadi udah aku sebutin, baru bisa jadi sekarang deh. Berangkat dari pengalaman pribadi yang menunjukkan bahwa kadang suamiku terlihat sangat membutuhkan aku dan kadang blio terlihat sangat tidak ingin aku ganggu, membuat aku berfikir, bahwa pria adalah makhluk-penuh-misteri bagi seorang wanita sepertiku. Meski kami saling mencintai, bukan berarti cara pandang dan cara berfikir kami selalu sama. Meski kami saling menghormati, bukan berarti pribadi kami tak boleh beda. Aku sadar, kami tetap dua makhluk yang sangat berbeda. Untuk itu, selain akan menulis tentang bagaimana caraku untuk belajar memahami seorang pria, insyaallah aku juga akan segera menulis bagaimana seharusnya pria belajar memahami wanita, adilkan? *peace-wink*

Hm, mulai dari mana yah?

Bahasa kita dan mereka, beda banget...

Dari pengalaman pribadi, sharing pengalaman teman-teman dan dari artikel-artikel psikologi yang saya baca, bisa disimpulkan bahwa pria dan wanita memiliki bahasa yang sangat berbeda. Karena itu, kunci pertama untuk bisa ‘memahami’ pria adalah jangan pernah mengharap pria bisa membaca bahasa kita. Jika kita ingin menyampaikan sesuatu, usahakan sebisa mungkin bicara dalam bahasa yang bisa dimengerti mereka (baca juga Bicara dalam Bahasa Pria ). Contohnya begini, saat kita sedang jengkel sama seorang sahabat (sesama wanita), biasanya kita akan melancarkan ‘aksi diam’ untuk mengisyaratkan bahwa hubungan kita dan dia sedang dalam masalah. Jangan pernah melakukan hal ini pada makhluk yang bernama pria, sebab, ternyata bagi kebanyakan mereka, diam berarti tidak ada apa-apa.

Dulu, saat aku merasa ada-sesuatu-yang-mengganggu-hubunganku-dengan-suamiku, aku memilih diam dan memasang tampang-ditekuk. Suamiku bertanya ‘apa apa?’ dan aku menjawab ‘tidak ada apa-apa’ dengan nada ada-apa-apa. Dan blio pun berkata ‘oh, ya sudah’ sambil menyalakan TV dan setelah itu asyik menonton TV. Tentu saja aku jadi makin jengkel karena aku merasa telah memberinya ‘isyarat’ tapi dia malah nyuekin aku begitu saja.

Tapi hati-hati, terlalu banyak bicara dan mengungkapkan sesuatu, juga merupakan salah satu kebiasaan umum wanita yang sulit dipahami pria. Jangan heran, jika kita sedang berapi-api menceritakan sesuatu, pria sering memotongnya dengan kalimat yang mematahkan semangat, atau saat kita sedang curhat karena jengkel sama ulah tetangga sebelah, pria malah mengatakan bahwa seharusnya kita tidak begitu (jadi tambah jengkel kan karena maksud hati pengen curhat tapi malah disalahin), atau saat kita sudah mengeluarkan sekian banyak kalimat untuk menceritakan sesuatu yang membahagiakan yang menurut kita perlu dibagi pada orang yang paling kita cintai, pria cuma meresponnya dengan segelintir kata “Ok” atau “Ya”.

Jadi, ungkapkan apa yang menurut ibuk-ibuk harus diungkapkan, tapi dengan bahasa yang jelas dan mudah dimengerti oleh pria. Jika sedang ingin diajak jalan-jalan, bilang aja terus terang, jangan muter-muter dulu dengan mengatakan bahwa suami sudah kurang perhatian karena tidak pernah lagi mengajak jalan-jalan. Dan, jika suatu saat ibuk-ibuk menceritakan sesuatu (curhat dan lain-lain) dan harus sedikit kecewa karena mendapat respon yang tidak kita harapkan, tarik nafas panjang aja, terima saja dengan lapang dada karena memang begitulah bahasa pria, dan kita harus selalu belajar untuk lebih memahaminya.


Pria dan keong ada mirip-miripnya loh...

Ingat keong kan? Saat kita mencoba menyentuhnya, dia akan masuk ke dalam ‘rumah’nya, semakin kita berusaha mengorek dia untuk keluar, dia akan semakin jauh masuk ke dalam rumahnya, tapi saat kita membiarkannya, dia akan keluar sendiri. Lalu, apa hubungannya dengan pria?

Disadari atau tidak, diakui atau tidak, ternyata pria suatu saat membutuhkan waktu untuk ‘menjauhkan kita dari dunianya’, duh, bahasanya kok jadi sadis begini yah? Istilah yang lebih halus, suatu saat pria ternyata butuh waktu untuk ‘sendiri dalam dunianya’. Dulu, aku selalu terheran-heran, kenapa suatu saat suamiku terlihat begitu mesra tapi di saat yang lain malah sebaliknya, terlalu cuek dan seolah menganggapku tak ada di sampingnya. Bahkan, yang lebih mengherankan lagi (tepatnya menyakitkan sih) kadang blio terlihat ‘sangat terganggu’ dengan kehadiranku.

Dulu, saat suamiku begitu, aku menebak-nebak, mungkin ada yang salah dalam diriku atau hubungan kami. Aku mulai bertanya-tanya sendiri, apa salahku? Namun, saat aku merasa tidak membuat kesalahan yang bisa dia jadikan alasan untuk nyuekin aku, aku jadi menyimpulkan kalau dia mungkin sudah tidak mencintaiku seperti dulu, atau mungkin dia memang lebih butuh game online-nya ketimbang butuh aku, atau dia memang lebih cinta pada pekerjaannya ketimbang cinta sama aku, atau dia memang lebih senang menghabiskan waktu bersama TV ketimbang bersamaku, dan serentetan tuduhan-tuduhan lain yang sebenarnya (klo mau dipikir-pikir lagi) sangat tidak beralasan. (Tapi, ternyata semua pikiranku itu keliru, jadi jangan ditiru ya buk, atau kalau sudah terlanjur berfikir sama dengan aku, mari kita mulai merubahnya, hehe...)

Saat suamiku bagaikan keong yang masuk ke dalam rumahnya, aku merasa hubungan kami sedang tidak beres dan aku merasa harus segera membereskannya. Dan aku fikir, saat itu kami harus ‘bicara’ agar aku bisa mengeluarkannya dari rumah keongnya itu. Namun, semakin aku berusaha mengajaknya bicara saat itu, dia jadi semakin tenggelam dan kalaupun dia ‘terpaksa’ meladeni ‘pembicaraanku’ dia akan menanggapinya dengan amat sangat santai sehingga terkesan acuh-tak-acuh. Yang ada aku jadi tambah stres dan malah mulai membenci dia. Anehnya, esok hari sikapnya bisa berubah ratusan derajat. Dia kembali menjadi ‘pria yang ku suka’, penuh perhatian dan terasa sangat sayang.

Ternyata, entah karena alasan apa, pria bisa saja mencintai istrinya tapi kadang-kadang tidak ingin melewatkan waktu dengan istrinya itu, begitu kata salah satu artikel yang saya baca dari e-psikologi. Dan sebagai wanita yang rela menghabiskan sisa hidup bersamanya, kita harus menghargai kebutuhan pria untuk ‘kadang-kadang asyik dalam dunianya sendiri’. Percaya atau tidak, kebutuhan pria untuk masuk ke dalam rumah keongnya hampir sama besarnya dengan kebutuhan manusia untuk bernafas!

Dan aku udah merasakan, semakin besar usahaku untuk ‘mengeluarkan’ dia, dia akan semakin sering masuk dan berlama-lama dalam rumah keongnya. Tapi, kalau aku memberinya waktu, dia akan segera keluar dengan sendirinya dan kembali menjadi suami yang manis. Saat aku memberinya waktu yang cukup untuk main game online sepuasnya, dia akan tiba-tiba datang ke dapur, memelukku dari belakang dan bertanya ‘lagi masak apa say? Ada yang bisa dibantu?’ (hihi...)


Kebutuhan psikologis utama pria adalah...

DIHORMATI (dipercaya, diterima, dihargai, dikagumi, diteguhkan, didukung). Sungguh, yang namanya pria sangat tidak suka kalau diragukan kemampuannya. Pria juga butuh dihargai secara nyata (yang ditunjukkan dalam bahasa yang ia mengerti). Jadi, jangan sungkan untuk bilang ‘terima kasih’ karena pria sudah membantu membuang sampah. Jangan pernah berfikir apa yang ia lakukan adalah memang sudah seharusnya ia lakukan. Sekecil apapun yang pria lakukan, mereka akan sangat menghargai jika kita bisa melihatnya sebagai ‘sesuatu yang istimewa’. Pria butuh pengakuan ‘nyata’ atas setiap usahanya untuk menjadi pasangan yang baik.

Seorang teman di kampus pernah ngaku begini : aku paling terharu saat istriku dengan tulusnya berterima kasih ketika aku membantu mengepel lantai, ternyata hanya dengan sekali mengepel sudah sangat berarti baginya, aku jadi ingin selalu membantu mengepel saat pembantu pulang kampung.

Pria juga biasanya paling tidak suka dibantah, tidak suka pendapatnya 'dimentahkan' apalagi oleh wanita. Tapi jangan kuatir, kita juga tidak harus selalu 'manut' dan tunduk setunduk-tunduknya. Klo kita jeli, banyak cara kok untuk 'membantah' pria tapi dengan tidak terlihat membantah.

Lalu, saat kita mengetahui bahwa pria menghadapi masalah, jangan langsung berusaha membantunya dengan menawarkan solusi-solusi yang ada di kepala kita. Sebaiknya tanyakan dulu apakah dia bersedia membicarakan masalah itu dan bersedia mendengar pendapat kita. Kalau kita langsung ikut campur dalam masalahnya tanpa diundang, pria bisa saja tersinggung, karena merasa kita meragukan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah. Beda kan dengan kita, yang kalau tiba-tiba ada orang nawarin bantuan kita merasa ada yang memperhatikan. Bagi kebanyakan pria, menawarkan bantuan tanpa diinginkan sama saja dengan ‘meremehkan’ eksistensinya.

Wah, udah panjang banget ternyata. Sepertinya sih masih banyak yang belum ‘tercakup’ dalam 3 poin di atas. Tapi namanya juga masih belajar, memahami yang 3 itu saja dulu sudah cukup bagus kan? Hihihi..., ada pengalaman lain? Plis dong ditulis di komen di bawah ini yah, biar kita masing-masing semakin banyak belajar untuk bisa lebih memahami pria...

Tidak ada komentar: