Sore membenamkan kalbu saat bias hari mereda
Aku masih berdiri di ujung jembatan tua
Yang kayu-kayunya terselimuti kerang hijau
Tatapan tak berujung mengantarkan aku mengapung diatas samudra
Diatas perahu kecil tak berlayar
Sore masih membalut bumi
Dan aku masih terapung
Walau kakiku basah
Namun tak kurasakan setitik air pun menyentuh kulitku
Diatas sampan kecil aku terus berpegang
Perlahan namun pasti guncangan itu terus menguat
Jariku terus menggenggam erat
Kuku ku pun menusuk pinggiran sampan yang catnya mulai terkelupas
Kapankah guncangan ini akan berhenti
Kutatap angkasa
Buram menghadang sang surya
Tak secercah pun cahayanya menggapai daku
Sementara gelombang semakin meninggi
Adakah diriku akan tenggelam
Di dalam samudera luas tak berdasar
Genggamanku semakin menguat
Menanti suatu akhir yang tak dapat ku prediksi
Suara burung pantai mengagetkan aku
Menurunkan ketegangan yang hampir memuncak
Membuyarkan lamunanku di saat kritis
Kutatap bayang wajahku
Diatas air laut
Pucat ...
Tak kurasakan hangatnya aliran darahku
Dimanakah diriku yang hakiki
Hanyakah jasad kasarku yang berdiri di sini
Di ujung dermaga tua yang mulai rapuh
Yang melangkah lelah diatas waktu
Yang sesekali berlari kecil oleh keriangan sesaat
Yang sesekali tersenyum menyatu dengan bunga dunia
Yang kadang pula menangis tanpa air mata
Ataukah diriku mengapung diatas samudra luas
Yang penuh guncangan hebat
Yang penuh ketakutan untuk berdiri
Yang tak mampu walau hanya maraih jari-jari surya
Yang terus gusar diatas perahu kecil
Ya,,.Rab yang Agung
Hanya kuasaMu yang membuat dunia ini bagai samudra
Hanya Engkau pencipta Sang Surya
Walau jemari matahari tak sanggup kuraih
Namun aku tetap yakin
Dan sangat yakin
Kasih sayangMu lah yang menggapaiku
Dalam gulau
Dalam sedih
Dalam kesendirian
Dalam kehampaan
Dalam penantian
Dalam perjalananku
Dermaga tua ini
Hanyalah batas dunia yang mulai menua
Didalam genggaman jari-jari waktu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar